Pringsewu - Delik dan Kasus. Seorang oknum pegawai PUPR, berinisial RB, yang diduga telah melecehkan legalitas sebuah media online, kini kembali membuat ulah. Jumat (2/08/2024).
Setelah diberitakan sebelumnya, kini RB kembali melakukan intimidasi kepada media ini, dengan cara mengirim rilisan berita mentah dan ancaman melalui pesan singkat WhatsApp.
Ancaman tersebut berkaitan dengan dirinya yang merasa tidak terima karena telah diberitakan dalam sebuah media online.
Intimidasi yang dikirim melalui pesan singkat WhatsApp tersebut berberisikan tentang claim hak jawab atas pernyataan dirinya.
Namun patut disayangkan, alih-alih ingin meminta 'hak jawab' tentang pernyataan dirinya, tapi dia justru melakukan sesuatu yang sangat aneh dan konyol.
Kekonyolan itu terlihat ketika oknum RB mengirim sebuah rilisan berita mentah, yang diclaim sebagai hak jawabnya, padahal sebelumnya dia menolak untuk memberikan stetment karena dianggap media ini tidak terdaftar di dewan pers
Tak hanya itu saja, bahkan oknum RB terkesan memaksa kepada media ini untuk memberikan hak jawab atas penyataannya yang dikirim dalam bentuk rilisan berita mentah tersebut.
Paksaan dan acaman itu ia sampaikan melalui pesan singkat WhatsApp yang berisikan somasi akan melaporkan ke Dewan Pers dan Polda Lampung.
Yaitu apabila media ini tidak memberikan hak jawab 1 x 24 jam, atas pernyataan dirinya dalam format rilisan berita mentah yang diclaim sebagai bentuk berita sanggahan.
Ini sangat lucu sekali, bagaimana mungkin sesuatu yang berbentuk 'hak' yang melekat pada diri setiap orang tapi dipaksakan oleh orang lain untuk ditunaikan, kan aneh?.
Selain itu, apa yang ia tulis dalam rilis berita mentah tersebut, tidak ada korelasinya dengan isi berita yang telah diterbitkan.
Dari peristiwa tersebut dapat kita pahami, ternyata oknum yang berinisial RB itu diduga tidak memahami tentang penempatan arti antara sebuah 'Hak dan Kewajiban'.
Disamping itu, ternyata dizaman Reformasi dan kebebasan Pers, masih saja ada oknum yang melakukan intimidasi serta ancaman kepada seorang Jurnalis atau Wartawan.
Hal tersebut tentu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28, dimana didalamnya menjamin setiap orang untuk berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pikiran, baik dengan lisan atau tulisan.
Serta di tegaskan juga dalam Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. (Bro*).